Beranda | Artikel
Berobat dengan Air Hujan
Rabu, 19 November 2014

Berobat dengan Air Hujan

Benarkah minum hujan untuk obat?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Dalam al-Quran, Allah menyebut hujan sebagai sesuatu yang diberkahi,

وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا فَأَنْبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ

Kami turunkan dari langit air yang berkah (banyak manfaatnya) lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam. (QS. Qaf: 9)

Allah juga menyebut hujan sebagai rahmat,

وَهُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِن بَعْدِ مَا قَنَطُوا وَيَنشُرُ رَحْمَتَهُ وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ

Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji (QS. asy-Syura: 28)

Karena itulah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang soleh masa silam, sangat gembira dengan turunnya hujan. Sehingga mereka mengambil berkah dengan air hujan.

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menceritakan,

“Kami pernah kehujanan bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyingkap bajunya, lalu beliau guyurkan badannya dengan hujan. Kami pun bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa anda melakukan demikian?” Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى

“Karena hujan ini baru saja Allah ciptakan.” (HR. Ahmad 12700, Muslim 2120, dan yang lainnya)

Al-Qurthubi mengatakan,

وهذا منه صلى الله عليه وسلم تبرك بالمطر ، واستشفاء به ؛ لأن الله تعالى قد سماه رحمة ، ومباركا ، وطهورا ، وجعله سبب الحياة ، ومبعدا عن العقوبة ، ويستفاد منه احترام المطر ، وترك الاستهانة به

Praktek dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini menunjukkan bentuk tabarruk (ngalap berkah) dengan hujan. Dan menjadikannya sebagai obat. Karena Allah menyebut hujan dengan rahmat, mubarok (berkah), dan thahur (alat bersuci). Allah jadikan hujan sebagai sebab kehidupan dan tanda terhindar dari hukuman, yang memberi kesimpulan agar kita menghormati hujan dan tidak menghina hujan. (al-Mufhim lima Asykala min Talkhis Shahih Muslim, 2/546).

Kemudian dalam hadis lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara sengaja menghujankan dirinya ketika khutbah di masjid. Anas bin Malik menceritakan,

ثُمَّ لَمْ يَنْزِلْ عَنْ مِنْبَرِهِ حَتَّى رَأَيْتُ الْمَطَرَ يَتَحَادَرُ عَلَى لِحْيَتِهِ

Kemudian beliau tidak turun dari mimbarnya hingga saya melihat air hujan menetes dari jenggot beliau. (HR. Bukhari 1033)

Ketika membawakan hadis ini, Imam Bukhari memberikan judul bab dalam kitab shahihnya,

باب من تمطر في المطر حتى يتحادر على لحيته

Bab orang yang menghujankan diri hingga air menetes di jenggotnya.

Al-Hafidz Ibnu Hajar menilai bahwa tindakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghujankan diri beliau adalah suatu kesengajaan, dan bukan kebetulan. Karena andai beliau tidak sengaja, tentu beliau akan menyelesaikan khutbahnya ketika mendung kemudian berteduh. Namun beliau terus melanjutkan khutbahnya, ketika hujan turun, sampai membasahi jenggot beliau. (Simak Fathul Bari, 2/520).

Demikian pula yang dilakukan oleh para sahabat. Mereka hujan-hujanan dalam rangka ngalap berkah.

Ibnu Abi Syaibah menyebutkan beberapa riwayat dari para sahabat, dan beliau memberikan judul bab,

مَنْ كَانَ يتمطّر فِي أوّلِ مطرةٍ

Orang yang hujan-hujanan ketika pertama kali turun hujan.

Selanjutnya Ibnu Abi Syaibah menyebutkan beberapa riwayat berikut,

عَن بُنَانَةَ ، أَنَّ عُثْمَانَ كَانَ يَتَمَطَّرُ فِي أَوَّلِ مَطْرَةٍ

Dari Bunanah, bahwa Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu hujan-hujanan di awal turunnya hujan.

عَنِ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ ، أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ كَانَ يَتَمَطَّرُ ، يُخْرِجُ ثِيَابَهُ حَتَّى يُخْرِجَ سَرْجَهُ فِي أَوَّلِ مَطْرَةٍ

Dari Ibnu Abi Mulaikah bahwa Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma hujan-hujanan, beliau mengeluarkan pakaiannya, hingga pelananya di awal turunnya hujan.

عَنْ عَلِيٍّ ، أَنَّهُ كَانَ إذَا رأى الْمَطَرَ خَلَعَ ثِيَابَهُ وَجَلَسَ ، وَيَقُولُ : حدِيثُ عَهْدٍ بِالْعَرْشِ

Dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, bahwa apabila beliau melihat hujan, beliau melepas bajunya lalu duduk. Sambil mengatakan, “Baru saja datang dari Arsy.”

(Mushannaf Ibn Abi Syaibah, 8/554).

Bolehkah Dijadikan Obat?

Seperti yang kita tahu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, mereka mencari berkah dengan turunnya hujan. Kita tidak tahu, apakah mereka melakukan semacam itu dalam rangka pengobatan atau sebatas mencari berkah. Hanya saja, zahir riwayat di atas menunjukkan bahwa mereka tidak minum air hujan itu. Mereka hanya hujan-hujanan, mandi dengan air hujan atau berwudhu dengan air hujan.

Karena itu, menjadikan air hujan sebagai obat dengan cara diminum, ini butuh dalil atau bukti secara ilmiah.

Dalam fatwa Islam, terdapat pertanyaan tentang hukum menjadi air hujan sebagai obat. Keterangan dalam fatwa islam,

فمن حرص على التعرض للمطر والإصابة منه بالغسل أو الشرب تبركا به ، فلا بأس عليه ولا حرج .ولكن لا ينبغي نسبة الشفاء إلى هذا الماء إلا بدليل ، وإن كانت البركة الثابتة لهذا الماء قد تنفع في العلاج ، ولكن لا نجزم بوقوع العلاج والشفاء ما لم يرد نص شرعي خاص به ، ولا ينبغي الجزم بذلك للناس

Orang yang hujan-hujanan atau mandi hujan atau meminumnya dalam rangka mencari berkah, hukumnya boleh dan tidak berdosa. Hanya saja, selayaknya tidak meyakini air ini sebagai obat, kecuali berdasarkan bukti. Meskipun keberkahan air hujan, bisa jadi bermanfaat untuk pengobatan. Akan tetapi, kita tidak menegaskan adanya unsur obat, selama tidak ada dalil yang secara khusus menyebutkan hal ini. Dan tidak selayaknya menegaskan hal itu kepada masyarakat. (Fatawa Islam, 164231)

Demikian…

Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/23869-berobat-dengan-air-hujan.html